Halaman

Search

04 Juli 2010

Sukanti : Adakah yang Mengenalnya ?


Sukanti namanya, kemalangan dan derita selalu menjadi teman sejak perempuan ini dilahirkan. Ayahnya tewas terbunuh oleh segerombolan perampok ketika mempertahankan harta kekayaan yang tidak seberapa. Ia menjadi yatim ketika masuk SD 9 tahun yang lalu. Setelah ibunya menikah dan pindah ke Lampung, ia terdampar menjadi pembantu rumah tangga di Rumah dinas Walikota Lubuklinggau ketika usia menjelang aqil balig, tepatnya pertengahan Juli 2004. 

Pembantu pada rumah pejabat dan orang kaya tentu saja prestise bagi keluarga Sukanti dikampung halaman, setidak-tidaknya cukup makan dan dapat berteduh terhindar dari kelaparan dan kehujanan. Dapat bersekolah, tentu bonus yang patut disyukuri. Kalaupun pejabat tersebut mencaci maki tentu saja harus dimaklumi, Juragan tidak pernah salah, karena mereka ditakdirkan selalu benar dan menang, Sukanti gadis dusun yang menumpang hidup dan berteduh dari bahaya yang lebih menakutkan ; kemiskinan.

Layaknya pembantu walau usia masih sangat muda, maka janganlah ditanya tentang jam kerja, bonus, gaji atau apapun yang menurut undang-undang harus dilindungi. Pendapatan Rp. 50.000 perbulan untuk SPP dan uang jajan cukuplah diterima dengan gembira. Daripada harus menjadi buruh karet atau pembersih bokoran kelapa sawit di kampung yang berjarak 120 km dari Lubuklinggau. Sukanti, takdirmu memang bukan untuk bertanya, namun selalu menerima.

Tragedi dimulai 20 Desember 2006, ketika fajar Ny. Septiana, Istri Walikota Lubuk Linggau Sumatera Selatan bertanya tentang pintu kamar yang terbuka dan malamnya Sukanti anak yatim yang terpinggirkan menjadi terdakwah. Penuntut umum sekaligus hakim tunggal Ny. Septiana telah memutuskan bahwa Sukanti telah mencuri uang Rp. 15.000.000 (lima belas juta) dan uang Dolar serta beberapa perhiasan milik istri walikota tersebut. Sejak itu Sukanti bukanlah manusia, bak binatang yang hina ia ditampar, dipukul dengan sepatu, bahkan ditelanjangi dan ditodongkan pistol dikeningnya.

Sukanti tahu betul, tangis tidak akan meredakan penderitaannya, tangis akan membuat pukulan semakin keras dan semakin banyak. Wanita sekecil itu menelan tangis, menyekap jerit kesakitan dan memejamkan mata untuk meyakinkan dirinya bahwa derita ini hanyalah mimpi dan tidak benar-benar dialami. Sukanti anak Yatim yang mencoba mensugesti diri untuk lari dari sakit dan air mata. Derita Sukanti berakhir dalam penyekapan dikamar yang terkunci diluar selama 3 hari tiga malam.

25 Desember 2006 Sukanti dijemput pulang ke Desa Anyar kecamatan Muara Lakitan oleh kakak perempuannya Sri Asih. Badan digeledah dan tidak diizinkan membawa apapun barang kecuali baju dibadan. Lupakan seragam sekolah, dan buku-buku pelajaran, bahkan cincin emas 3 gram pemberian THR satu-satunya imbalan walau masuk kerja pada lebaran juga ikut dirampas oleh Ny. Septiana, dan terakhir anting-anting 1,5 gram pemberian ibunya menjelang berpisah juga terenggut dari telinganya. Lengkaplah derita Sukanti, bukan hanya pukulan namun semua kekayaan dan kebanggaan terenggut dari badannya. Namun Sukanti tetap berharap dan merasa senang, karena akan pulang ke dusun Anyar Muara Lakitan.


Ketika menunggu mobil di Simpang periok pada hari yang sama, tragedi kehidupan dalam sejarah Sukanti dimulai. Dijemput 2 POL PP, dibawa kembali ke Rumah dinas dengan tuduhan baru ; Sukanti mengambil Handphone Ny. Anna. Pada babak ini Sukanti mencium bau penjara. Polisi telah hadir di rumah dinas dan Disaksikan Walikota ia digelandang ke Polres Lubuklinggau, Hari itu saat perayaan Natal Sukanti meringkuk di rutan Polres Lubuklinggau.

Siapa yang mengenal Sukanti ?. Bagi polisi titah walikota lebih penting dari sekedar KUHAP dan UU Perlindungan anak. Tragedi kemanusiaan dimulai, ketika polisi meletakan peraturan dikaki kekuasaan. Sukanti gadis kecil juga yatim ditidakkan oleh Undang-undang. Polisi menjadi buta bahwa peraturan adalah panglima, bukan sekedar titah dan perintah walikota. Lubuklinggau tidak lagi merdeka, namun kembali menjadi negara jajahan dari walikota tiran dan polisi gagu. Indonesia boleh merdeka 62 tahun, tetapi Lubuklinggau dijajah oleh bangsa sendiri, Sukanti terpenjara oleh manusia Indonesia bernyali kerdil dan menidakan hati nurani. Pers dan wartawan tidak akan tertarik meliputi berita ini, iklan dan imbalan proyek lebih panting dari sekedar Sukanti, Hukum dan Pers meninggalkan Kanti dalam sepi dibalik tirali besi. Sukanti nama gadis kecil kelas 3 SMP Muhammadiyah 1. Dalam tahan Polres ditungguinya 8 hari dan 22 hari berikutnya beralih di LP Lubuklinggau. Ketika anak seusianya bercerita tentang PR sekolah atau belajar bersama, Sukanti menghitung nasib dibalik jeruji besi, berteman narapidana pembunuhan, narkotika atau tindak kekerasan lainnya. Sukanti menjadi dewasa karena keadaan dan kekerasan. Saat takbir dan tahmid pada Idul Adha di penghujung 2006 yang lalu, Sukanti melihat langit dengan membayangkan kehangatan keluarga pada saat lebaran tiba. 30 hari lamanya dipenjara, hanya ibu dan bapaknya dari Lampung satu-satunya tamu yang menbezuknya.

Lubuklinggau kota yang beranjak jadi besar melupakan dan meniadakan nasib seorang anak yatim bernama Sukanti. Bahkan Ny, Septiana sedikitpun tidak menggubris surat dari kepala sekolah SMP Muhammadiyah 1 yang menanyakan keberadaan Sukanti. Gadis itu nyaris hilang dan dinihilkan sejarah. DPRD lebih sibuk mengurus APBD atau rapat-rapat lainnya, LSM berkutat tentang bergaining posision, dan lagi-lagi Pers lebih asyik dengan iklan komersial dan tindakan pemerkosaan. Sukanti nyaris menjadi hantu, antara ada dan tiada.

Adakah yang mengenal Sukanti ?. pembantu rumah tangga walikota yang mungkin oleh pejabat Pemkot dikenal sekilas saat menyajikan teh atau panganan saat menunggu petinggi kota. Sukanti hanyalah debu yang saat itu menempel didinding penjara dikibas aparat hukum yang tidak bernurani. Apapun yang terjadi dengan Sukanti saat itu, ia hanyalah sebuah nama yang tidak patut diingat dan diketahui, apalagi Sukanti adalah sampar bagi istri walikota.

25 Januari 2007 Sukanti dibebaskan dengan dijemput oleh petugas polisi dari LP. Tiada yang menjemput, tiada yang menunggu diluar pintu Lapas, jangan harap peluk cium atau tangis gembira. Sukanti dengan tidak ada uang sepeserpun harus kembali menginap di piket Polres Lubuklinggau menunggu jemputan kakaknya dari Desa Anyar Muara Lakitan ke esokan harinya,. Sukanti bebas demi hukum karena Polisi tidak dapat membuktikan kesalahan yang dituduhkan kepadanya. Kehilangan HP, uang Rp. 15.000.000 atau berlian yang dikatakan Ny. Septiana hanyalah sikap paranoid Ny. Besar yang memakan korban gadis belia yang harus meringkuk ditirali besi. Sukanti tidak mengangis lagi, air mata tidak lagi memberi makna, bahkan terlihat menjadi lemah. Saat Sukanti dijemput dari rumahnya yang berbilik sederhana dan menumpang kepunyaan warga lainnya, anak kecil ini masih menyimpan trauma. Disampaikan bahwa petinggi kota bukanlah apa-apa, Kalau Sukanti dianggap bukan warga Lubuklinggau, Sukanti boleh mengklaim warga Indonesia yang syah, yang memiliki Presiden, Menteri atau Kapolri yang mungkin masih memiliki hati nurani dibandingkan petinggi kota Lubuklinggau atau aparat hukumnya. Ketika Pers dan LSM di Lubuklinggau menjadi lembek dan kerdil, mungkin ibukota masih mau mendengar cerita gadis kecil bernama Kanti.

Kembali Sukanti di tuduh oleh Ny. Walikota dimanfaatkan pihak lain. Ny Anna memohon kepada Sukanti jangan mau berbicara kepada siapapun. Kemana kemanusiaan kita untuk tidak mau tahu tentang Sukanti hanya semata takut dimanfaatkan orang lain ?. apakah Sukanti tetap menjadi debu dan hilang hanya karena kepentingan politik tertentu ?. Kemana hati nurani kalian ketika Sukanti menagis saat diantar kekantor Polisi ?. dimana naluri kalian ketika Kanti ketakutan di todong pistol oleh Ny. walikota dan dipukul dengan sepatu ?. tolong jawab pertanyaan itu dulu sebelum kalian himbau tentang kepentingan dan pidato-pidato politik yang tidak kami mengerti.

Siapa mengenal Sukanti ?. ia hanyalah debu dan nyaris menjadi hantu, dengar permintaannya ; Pertama, kembalikan baju, buku dan pakaian sekolah agar ia mengikuti pendidikan dengan tenang. Kedua, kembalikan anting-anting 1,5 gram peninggalan ibunya saat meninggalkan dirinya. Ketiga, Polisi menghentikan perkaranya.

Sukanti namanya, anak yatim yang terpenjara 30 hari atas tuduhan Ny. Septiana yang tidak dapat dibuktikan. Namun sukanti telah mencatat dalam sejarah hidupnya pernah menagis sedih dan sendiri dibilik Penjara dan tiada satupun yang tahu, jadi siapa yang mengenal Sukanti ?. dan mengapa harus mengenal Sukanti ?.

(Nasrullah Nawawi)