Halaman

Search

07 April 2010

Oknum lokal staff KBRI eksploitasi TKW !

Banyak beredar di milis dan media bahwa banyak oknum KBRI yang seharusnya menjadi pelindung warganya justru terselibat dalam "human trafficking", memeras TKW, eksploitasi dan malah menjualnya ke hidung belang.

Kasus ini sebenarnya terjadi di seluruh negara Arab dan bukan Saudi dan Kuwait saja. Dan bahkan mungkin di seluruh wilayah penempatan TKI seperti, Hongkong, Taiwan, Korea dll.

Eksploitasi ini kebanyakn dilakukan oleh "lokal staff" KBRI dengan sepengetahuan atau tanpa sepengetahuan diplomat atau Dubes setempat. Sehingga tidak bisa menggeneralisir bahwa semua orang KBRI terlibat.

Mengapa lokal staff (yang dari Indonesia maupun negara setempat) yang sering terlibat hal itu, adalah karena mereka sudah bekerja lama bekerja di KBRI, tidak seperti diplomat yang hanya 3 tahun. Lokal staff juga menjadi perpanjangan tangan agen yang nakal. Mereka juga sudah kenal beberapa konsumen yang menjadi "pembeli" TKW-TKW berparas cantik dll.


Berdasarkan pengamatan media, beberapa kasus yang sering terjadi adalah:

1. Lokal staff dan supir KBRI menjual belikan kembali TKW yang meminta perlindungan di penampungan. Seperti yang 
diungkapkan media ini.

2. Lokal staff yang seharnya menjadi ujung tombak perlindungan WNI malah menjadi perpanjangan tangan agen dan malah terlibat membantu agen dengan menukar nama dan identitas TKW tersebut agar sah kembali "dipekerja paksa" oleh agen. Seperti yang terjadi di Kuwait. Lihat di 
sini

3. Di KBRI Amman, Jeddah misalnya TKW yang menang di pengadilan dan berhasil mendapatkan kembali hak gajinya yang tidak pernah dibayarkan oleh majikan selama 3-5 tahun menjadi korban pemerasan oleh lokal staff atau supir KBRI yang mengantarnya pulang ke bandara. Oknum tersebut merasa berhak mendapat bagian karena merasa telah lelah dan cape alias "uang capek".

4. Di KBRI Ammman, Kuwait dan Saudi ada oknum lokal staff yang mempunyai "hobbi" yang aneh yang suka memilih-milih TKW yang berparas cantik. Biasanya harga mereka akan lebih tinggi "bila dijual kembali". 



5. Di banyak kasus, ada juga memang TKW yang ingin bekerja kembali setelah berada di penampungan segera setelah masalah mereka selesai. Untuk itu mereka perlu bantuan "oknum lokal staff" tersebut untuk mengeluarkannya untuk bekerja kembali. Oknum tersebut akan mendapat upeti yag tidak kecil.

6. Oknum lokal staff tersebut ternyata tidak saja memeras TKW yang diantar ke bandara. Beberapa tamu KBRI non-diplomatik juga mengalami hal yang sama. Dengan dalih biaya hidup di luar negeri mahal, gaji yang sedikit, tidak jarang mereka mengumpat tamu yang hanya memberi "tip" yang kecil.

7. Oknum KBRI biasanya berasal dari lokal negara setempat. Ada yang mantan mahasiswa, mantan titipan orang deplu dan yang lebih parah ada yang memang mantan orang agen. Di KBRI Amman, Jeddah dan beberapa negara Arab lainnya, banyak lokal staff yang menjadi perpanjangan tangan agen tenaga kerja di negara setempat dan bahkan banyak yang punya agen PJTKI di Indonesia. Jadi jangankan memberikan perlindungan, eh malah "menekan" TKW agar tunduk pada kemauan yang "yang menyogok".



8. Betul bahwa tidak semua lokal staff terlibat pada modus operandi kejahatan ini. Banyak juga lokal staff yang "lugu" yang tidak punya kepentingan kepada TKW selain perasaan senasib setanah air yang memperjuangkan betul-betul hak TKW.

9. Beberapa alasan seringnya terjadi penyelewengan adalah: Ada TKW yang tidak digaji selama bertahun-tahun. Bahkan ada yang 3-5 tahun. Biasanya majikan yang miskin tidak sanggup membayar seluruh gajinya. Maka dia akan kongkalingkon dengan lokal staff setempat. Membayar gajinya hanya beberapa tahun saja dan memberikan "bakhsis" yang tidak kecil kepada lokal staff yang menanganinya untuk menekan TKW-nya untuk "menerima" berapa saja yang diberikan majikan, biasanya dalil-dalil agama pun bisa dikeluarkan.

10. Alasan berikutnya adalah, banyak majikan miskin yang tidak rela TKW-nya atau Babunya pulang setelah dua tahun kerja, yang menjadi haknya. Karena itu akan membuatnya membayar (mahal) lagi untuk ongkos pulang seperti yang ada dalam perjanjian. Maka untuk penghematan dia akan berusaha menyogok lokal staff untuk membujuk TKW-nya yang lari ke KBRI untuk bisa bekerja kembali dengan dia. TKW yang pernah lari begini akan sarat dengan penyiksaan di kemudian hari.



11. Ada juga memang lokal staff yang suka "memblackmail" majikan. Biasanya dari beberapa jaringannya mereka tahu siapa-siapa dan bagaimana tipe majikan yang lugu yang bisa diperas. Kadang kala hal ini diperparah bisa TKW-nya adalah mantan TKW juga yang bisa bersama-sama dengan lokal staff "memeras" majikan yang lugu.

12. Suasana eksploitasi kepada TKW bisa semakin brutal, apabila ada persaingan antara lokal staff untuk memasarkan "dagangan" mereka kepada agen dan majikan. Karena rata-rata mereka punya perusahaan penyaluran di Indonesia. Mirip seperti "oknum kepolisian" yang menarik-marik baju konsumen yang ingin mengurus SIM, agar pengurusannya dicaloin saja oleh oknum tersebut.

13. Lokal-lokal staff yang bertipe "hidung belang" akan mengeksploitasi TKW secara seksual. Bisanya untuk mijitin dikantor, dibawa sebentar pulang ke rumah untuk kencan barang sehari-dua hari, bahkan ada yang menjadi istri legal maupuan non legal. Di sebuah KBRI di Arab ada yang bahkan memjadi istri ke-5 ke-6 dan lain sebagainya. Bagi lokal staff seperti ini penampungan TKW adalah surga birahi yang tak terhingga yang selalu saja ada stok baru.

14. Ada juga lokal staff yang menyediakan jasa kepada TKW bermasalah untuk mengirimkannya ke negara Arab lainnya dengan iming-iming gaji lebih baik. Biasanya lokal staff ini mempunyai agen di beberapa negara Arab. TKW yang memang ingin bekerja lagi di negara Arab lainnya biasanya mau membayar puluhan juga kepada lokal staff tersebut untuk paspor dan visa. Misalnya dari Kuwait ke Saudi, dari Saudi ke Amman, Yordania, Dari Amman ke Syria, Irak, Palestina dll dari Syria ke UAE dan lain sebagainya.

15. Banyak diplomat yang menjadi atasan lokal staff yang tidak menyadari kelakuan lokal staff yang merusak nama Indonesia ini. Tapi ada juga sebagian yang tahu dan malah minta bagian. Diplomat seperti bahkan setelah pulang ke Indonesia masih juga 
dikirimi "upeti" oleh agen yang ditolongnya.

16. Perang dingin bisa terjadi antara diplomat dan lokal staff bila diplomatnya ingin membereskan hal ini. Bisanya lokal staff akan menghembuskan isu bahwa diplomatnya haus cewek bila diplomatnya memberikan penjagaan yang ketat kepada TKW dipenampungan. Di beberapa penampungan bahkan sering terjadi kasus hilangnya TKW dari penampungan. Baik yang lari setelah hak-haknya didapat dan banyak juga yang "dilarikan atau dijual lokal staff". Diplomat tersebut tidak berani membongkar kasus itu karena sudah diserang isu. 



Dari beberapa poin di atas, diambil kesimpulan seperti ini:

1. Lokal staff telah memasuki dunia kriminalitas dengan menjual kembali TKW dari penampungan.

2. UU di banyak negara Arab mensyaratkan pekerja melalui agensi dan bukan dari penampungan.

3. 
Penampungan yang ada di KBRI terlah membuat banyak agen di LN mengabaikan kewajiban mereka mendirikan shelter dan perlindungan hukum kepada TKW sesuai dengan UU. Kewajiban itu bahkan ditimpakan ke KBRI yang serba salah.

4. Banyak lokal staff yang punya jaringan dengan LSM di Indonesia untuk memaksa KBRI membuat penampungan. 
Dengan demikian lokal staff tersebut mempuyai "penghasilan" tambahan dengan eksploitasi TKW yang ada di penampungan.
5. Ada juga memang diplomat yang takut menghimbau para agensi untuk mendirikan konsorsium sebagai shelter dan perlindungan TKW yang bermasalah. Dan lebih memilih membuat penampungan di KBRI. Tentu ada "upeti" yang tidak sedikit jumlahnya. Bahkan ada diplomat yang selalu disogok dengan "cewek" oleh para agen agar tetap membuat penampungan di KBRI. 
Mengenai sogokan cewek pelacur Arab ke diplomat bukanlah berita yang baru. 



6. Ada berita miring bahwa banyak agensi di Indonesia maupun Arab yang selalu memberikan "upeti" kepada LSM di Indonesia agar selalu menghujani KBRI dengan kritikan. Walau para agen itu juga mempunyai perpanjangan tangan di KBRI pada lokal staffnya. Sehingga KBRI sebagai institusi negara harus menjadi korban dari permainan mafia ini. Ada kalanya Diplomat yang kebingungan tidak tahu melakukan apa lagi kecuali mengikuti arus yang dimainkan bawahannya dan didukung para agen dan LSM nakal.

7. Penampungan adalah proyek yang sangat menguntungkan bagi siapa saja (yang nakal). Beberapa keuntungannya adalah:

a. 
Sumber rezeki bagi lokal staff ingin menggali uang tambahan.
b. Agensi sangat bahagia karena kewajiban mndirikan shelter dan perlindungan warga telah ditangani KBRI dengan uang negara dan marginnya mereka yang nikmati.
c. Diplomat banyak juga yang diuntungkan karena mereka akan selalu dikirimin "cewek pelacur Arab" dan upeti lainnya.
d. TKW yang nakal akan menggunakan penampungan KBRI untuk lari dari hukum dan menjadi beskem untuk bekerja liar di Arab.
e. Banyak dubes yang ikut-ikutan menarik pungutan dari agensi.
f. LSM vokal yang banyak mendapat "upeti" dari agensi
g. Negara setempat yang tidak perlu meratifikasi UU untuk perlindungan pekerja 
Asing. Hampir semua negara Arab telah membuat UU perlindungan kepada pekerja asing tapi ini tidak termasuk "domestic worker" alias babu alias pembantu rumah tangga.



h. Negara-negara Arab sangat diuntungkan secara ekonomi dan politik dengan kehaditan TKW. Secara ekonomi sudah bisa ditebak dan secara politiknya adalah pengalihan perhatian warga akan politik yang diktatorsip yang kebanyakan terjadi di Arab dan mengaliskannya kepada hal-hal yang bersifat domestik.



  • Beberapa solusi:

    1. Penanganan TKI bermasalah di luar negeri seharusnya tidak dilakukan dengan cara yang monoton yang mudah ditebak oleh orang uang ingin mengambil keuntungan.

    2. Oknum-oknum lokal staff seharusnya tidak bekerja seumur hidup. Kerja mereka harus dievaluasi setiap tahun berdasarkan pengaduan dat TKW dan bukti-bukti lainnya.

    3. Deplu harus mengetahui siapa-siapa saja diplomat mereka yang ikut-ikutan mencicipi "eksploitasi" in

    (Uly/berbagai sumber)