Halaman

Search

28 Maret 2010

Dipaksa Mengaku Mencuri, TKW Hong Kong Terbebas Dari Penjara

Nasi sudah menjadi bubur, pepatah itu yang mungkin pantas ditelan mentah-mentah oleh Umi Latifah (29) buruh migran Indonesia (BMI) asal Lampung yang hampir enam tahun bekerja di Hong Kong. Tidak pernah terbayang dibenak Umi, jika majikan yang telah dianggap seperti keluarganya sendiri itu telah tega menjebloskannya kedalam penjara. Majikan perempuan yang dipanggilnya dhai-dhai (nyonya) itu telah melaporkan Umi ke polisi dengan tuduhan pencurian. Sabtu sore, (20/3) tiba-tiba nyonya menyuruh Umi mengemasi barang-barangnya dan menuduh Umi mencuri uangnya sebesar HK.$ 50. Belum sempat Umi membela diri karena tuduhan pencurian tersebut, polisi sudah datang dan menggelandang Umi ke kantor polisi didaerah Hing King Taiwai.

Baru satu tahun Umi bekerja pada wanita janda yang mempunyai anak perempuan berumur 25 tahun tersebut. Sikap dhai-dhai yang "semau gue" jika menyuruh Umi mengerjakan sesuatu, membuat kesabaran Umi memang harus di uji. Sering kali nyonya membangunkan Umi pada jam dua malam untuk membersihkan toilet, bahkan kain pel kotor juga pernah dilempar ke wajah Umi. Namun perlakuan nyonya yang sangat keterlaluan tersebut masih bisa diterima oleh Umi dengan penuh kesabaran. Namun kejadian sabtu sore (20/3) sekitar pukul 6:30, membuat Umi benar-benar ketakutan. Dhai-dhai (nyonya) dengan sengaja menuduh Umi mencuri uang HK.$ 50 dan memutuskan kontrak kerja Umi yang kurang satu tahun lagi. Umi hanya bisa menurut dan pasrah di saat polisi menggelandang dan menjebloskannya kedalam penjara yang terletak di kantor polisi Taiwai Shatin NT.

Umi hanya bisa diam seakan tak percaya dengan kejadian yang menimpanya, mencuri uang sebesar HK.$ 50 seperti yang dituduhkan dhai-dhai sama sekali tidak pernah dilakukan oleh Umi. Umi dimasukkan diruangan pengap yang sangat asing bagi buruh migran pendiam tersebut, hanya doa yang bisa dipanjatkan oleh Umi. Selimut hitam yang tergolek diatas lantai sebagai alas tempat tidur itulah yang menjadi teman Umi selama dua hari dua malam. Rasa tidak sabar dirasakan oleh Umi disaat menunggu hari persidangan yang akan digelar pada Senin (22/3).

Bersama salah satu BMI yang juga mempunyai kasus serupa dan dipenjarakan oleh majikannya, Umi diborgol menuju ketempat persidangan. Umi hanya bisa menurut saja disaat salah satu penerjemah bahasa Indonesia yang sudah di siapkan polisi setempat, memerintah Umi menandatangani beberapa surat pernyataan. Umi hanya he'eh saja disodori surat-surat yang tanpa dijelaskan apa isi surat tersebut lalu menandatanganinya. "Saya hanya ingin bebas, karena saya tidak bersalah. Saya tidak mencuri uang nyonya, tapi penerjemah bilang pada saya, kalau saya ingin cepat keluar dari penjara dan masalah tidak semakin bertele-tele, saya harus tanda tangan dan mengaku kalau saya salah. Saya waktu itu tidak bisa berfikir dengan jernih, saya benar-benar kalut. Yang ada dipikiran saya hanya kebebasan, saya tidak bersalah kenapa saya dipenjara?. Tapi sudah terlanjur, saya sudah tanda tangan mbak, sekarang saya menunggu proses. Apakah keadilan itu masih berpihak kepada saya...," ujar Umi panjang lebar disaat ia tahu bahwa surat yang telah ditanda tanganinya adalah surat persetujuan dan pengakuan bahwa ia benar-benar melakukan pencurian seperti yang dituduhkan majikannya. Kini Umi berada di Shelter Kotkiho yang berada di Yaumatei, dan berharap pihak Labour dan Shelter bisa membantu menyelesaikan kasusnya. (Adp)

*Terpublikasi di Tabloid Memorandum-Surabaya # 141