Halaman

Search

16 Desember 2009

Taiwan International Workers Association (TIWA)


Bersatu Bersama Seluruh Pekerja Asing Menentang Diskriminasi !
Perlindungan Kerja Setara untuk Buruh Migran dan Buruh Lokal

Kalau di Hong Kong ada beberapa organisasi buruh seperti IMWU, KOTKIHO, ATKI, PILAR yang kerap menyoroti kebijakan  pemerintah,  di Taiwan pun ada beberapa asosiasi buruh  yang tidak hanya melayani para pekerja asing, namun siap membela hak-hak buruh migran. Mereka pun bersikap kritis kepada pemerintah setempat dan menentang bentuk diskriminasi terhadap buruh migrant Indonesia (BMI) yang mengais rejeki di negeri formusa.

Salah satu asosiasi buruh yang dirasakan sangat membantu perjuangan BMI itu adalah TIWA singkatan dari Taiwan International Workers Association). Ini adalah asosiasi dengan social movement (mobilisasi sosial) yang berjuang agar setiap orang yang ada di Taiwan dapat bersatu dan bersama-sama memperbaiki kondisi kaum lemah dalam masyarakat agar mendapatkan perlakuan adil.

Dalam kegiatannya, TIWA sangat mendukung para pekerja asing agar dapat bersatu. Jika seluruh pekerja asing yang tersebar di tempat berbeda dapat bersatu, kekuatan yang terjalin akan menjadi lebih besar dan masyarakat luas pun dapat mendengarkan tuntutan mereka.
 TIWA telah berhasil membantu mendirikan 2 asosiasi pekerja asing, yakni : Kapulungan ng Samahang Pilipino (KASAPI) dan Ikatan Pekerja Indonesia di Taiwan (IPIT). Kantor KASAPI berada dalam kantor yang sama dengan TIWA dan beralamat di : 3F, No.53-6, Sec 3, Chung Shan North Road, Chung Shan District, Taipei City 104.
KASAPI berdiri di tahun 2002,  telah ikut berpartisipasi dalam banyak kegiatan penting, termasuk aksi demo pekerja asing masal di Taiwan yang diadakan setiap 2 tahun sekali. Tahun 2007, saat memperjuangkan gaji pokok pekerja rumah tangga pun, KASAPI merupakan salah satu kekuatan, selain usaha mereka mengadakan seminar seputar buruh migrant di Gereja St. Christopher serta mengunjungi pekerja asing kaburan di penampungan.
Tahun ini, TIWA bekerjasama dengan KASAPI dan IPIT berhasil menerbitkan KASAPI/PUSPITA sebagai hasil perjuangan yang berkelanjutan.  Ijin tinggal yang hanya 3 tahun mengakibatkan organisasi yang terbina sering berganti orang dan kegiatan pun sering terhambat, walau demikian keberadaan dan prestasi KASAPI dan IPIT sangat patut didukung.
Saat krisis global melanda seluruh muka bumi ini dan dibawah kondisi ekonomi yang tidak tentu, pemerintah mengulurkan tangan kepada para pengusaha dan mengusahakan berbagai upayanya. Dalam bulan Februari 2009, tingkat pengangguran telah mencapai 5.75 % dengan jumlah penduduk yang menganggur mencapai 62.4 puluh ribu orang, diikuti pemotongan gaji, PHK, libur tanpa gaji merupakan gambaran saat ini namun sebenarnya dari Oktober 2007 pengangguran telah terjadi di kalangan buruh migran saat Depnaker Pusat memberlakukan program 3K (kotor, susah, bahaya) dengan mendatangkan pekerja dari luar Taiwan.
Dalam kondisi seperti sekarang ini makin banyak buruh migran harus menelan kepahitan karena kehilangan pekerjaan dan harus pulang sebelum menghasilkan uang cukup untuk masa depan.
Dua puluh tahun lalu, demi memuaskan keinginan para pengusaha yang meminta pekerja murah, pemerintah Taiwan  membuka peluang kerja baru dengan kondisi dan batas yang paling buruk, misalnya: membatasi ijin tinggal, mengijinkan agency swasta dalam mendatangkan pekerja, tidak bebas ganti majikan, dan tidak diperkenankan membentuk asosiasi pekerja.
Saat ini, dibawah kondisi ekonomi dan ancaman krisis global, Depnaker Pusat tak bisa lagi mengatasi pengangguran yang makin memuncak, bahkan berniat mengorbankan buruh migran dengan mengatasnamakan perlindungan kerja terhadap buruh lokal, hal ini telah menjurus pada diskriminasi dengan mengumumkan akan mengurangi 30.000 pekerja asing dan meminta kepada para majikan untuk mendahulukan PHK terhadap pekerja asing. Hal ini tentu saja mengakibatkan buruh migran berubah menjadi alat dan korban yang dipakai pemerintah untuk menenangkan masyarakat agar terhindar dari kritik dan sorotan publik.
Ironinya adalah saat banyak pekerja dalam kondisi susah karena harus berhadapan dengan tekanan kondisi “libur tanpa gaji”, ada lebih dari 160.000 pekerja rumah tangga karena tidak termasuk dalam perlindungan “hukum tenaga kerja” yang berlaku di Taiwan. Pekerja rumah tangga ini malah harus bekerja sepanjang tahun tanpa satu harti libur pun.
Pekerja asing yang datang memikul hutang agency yang berat harus bekerja tanpa istirahat dan berputar diantara bahaya kehilangan kerja dan memikul hutang berat. Diskriminasi yang berlaku karena kebijakan pemerintah menyebabkan makin murah harga seorang buruh migran, makin tinggi tingkat pengangguran buruh lokal; makin tinggi eksploitasi/pemerasan terhadap buruh migrant, makin tidak ada jaminan bagi buruh lokal.
 TIWA pun menyadari akan kontribusi para buruh migrant terhadap masyarakat Taiwan dan meminta hak dan perlindungan hukum sebagai berikut :


 Menghapuskan batas waktu kerja. Kebebasan dalam proses ganti majikan. Mengijinkan pembentukan asosiasi pekerja. Hilangkan agency swasta; dan adakan direct hiring antar Negara. Bentuk Undang-undang perlindungan untuk para pekerja rumah tangga.(Uly/tiwa)



* Terpublikasi di Tabloid Memo # 127