Halaman

Search

20 November 2009

Eksploitasi BMI Dilakukan Secara Sistematis

Hongkong dan Indonesia paling bertanggungjawab

Naiknya angka kasus Underpayment (Gaji bawah standar) di kalangan buruh migrant Indonesia di Hongkong, 22 persen ditahun 2007 menjadi 31 persen ditahun 2008, yang tercermin dari hasil riset terbaru Koalisi Organisasi TKI Hongkong (KOTKIHO) adalah sebuah kenyataan yang pahit. Pasalnya, ditengah gencarnya desakan dari berbagai kalangan, baik dari kalangan BMI maupun kalangan non pemerintah, ternyata kondisi dilapangan justru menunjukkan hasil yang sebaliknya.

Puluhan pernyataan dari pejabat pemerintah Indonesia , termasuk pernyataan keras Konsul Jendral Ferry Adamhar yang mengkriminalkan tindakan meng-underpayment pekerja rumah tangga, seolah hanya menjadi pernyataan kosong belaka. Nyaris tak ada yang berubah. Bahkan keberadaan sebuah surat edaran yang secara resmi dikeluarkan oleh KJRI-HK pun ternyata tak mampu mencegah agen untuk menyandra dokumen dan paspor BMI.


Disisi lain, gembar gembor pemerintah Hongkong untuk menegakkan peraturan ternyata menjadi sebatas gembar gembor ketika itu menyangkut kepentingan BMI. Ketika Hongkong menetapkan bahwa biaya agen tal boleh lebih dari 10 persen gaji pertama seorang pekerja rumahtangga, ratusan agen tetap melenggang dengan aman sentosa. Meski dengan jelas dan nyata para agen tersebut melakukan pelanggran hukum dengan menetapkan biaya berpuluh kali lipat. Tak hanya itu, pemerintah Hongkong bahkan sering berdalih bahwa sumber masalah terletak di Indonesia, meski jelas jelas para agen tersebut adalah perusahaan milik warga Hongkong.

Dari kenyataan diatas jelaslah sudah bahwa kenyataannya, eksploitasi yang berlangsung dan menimpa BMI adalah eksploitasi yang berjalan secara sistematis. Dan salah satu jalan yang mampu menghentikan praktik yang demikian adalah ketika pemerintah sebagai pemegang regulasi maupun menerapkan peraturan yang ada secara sungguh sungguh . Sebab , merekalah yang sebenarnya paling bertanggungjawab akan berlangsungnya praktik eksploitatif ini. (SUARA-Vol.V No.125, 6 Nov 2009)