Halaman

Search

17 September 2010

Operet Getir : Kisah Cinta Marbut - Uly Gizna


sudah hampir lima belas tahun marbut tak pernah pulang ke kampung halamannya di antara jejalan gedung gedung kota di sebuah gang kumuh yang hari ini pun masih tampak bahkan makin kumuh. acasia tua di sesela tarian ilalang tempat biasa marbut mengobral puisi gila pada samroh pun kini hanya tinggal kenangan. sekarang yang ada hanya sebuah warung pojok remang remang biasa tempat mangkal jajanan pasar.sebuah kampung getir di mana marbut menemukan cinta pertamanya dan harus berakhir pula kisah cintanya dengan tragis.

berjalan keliling kampung menjumput kenangan yang pernah tertinggal, marbut merasa diikuti seseorang sedari tadi dari belakang. kemudian di sebuah ujung gang yang sepi marbut coba bersembunyi. ia bisa melihat seorang gadis manis kerudung putih bingung celingukan mencari cari ke arah mana marbut pergi.
WOYY ..!!!, marbut mengagetkannya dari belakang

gadis itu sontak meraba dadanya, menahan jantungnya yang hampir copot sambil mulut komat kamit baca mantra yang entahlah apalah hehe.

hai cewek.
sepertinya kita belum kenalan,
begitu marbut mencoba sok akrab sok dekat sambil cari tahusiapa gadis di hadapannya dan apa maunya ngikutin dia.

hai marbut,
sepertinya kau tak mengenaliku lagi

marbut mengamati dengan seksama gadis itu mulai dari ujung rambut sampai jempol kaki.

aku ..
aku telah kehilangan sebagian memoriku sejak samroh pergi.
jadi maaf, aku sama sekali tak mengenalimu

aku uly, buth ..

hmm..
uly .. yang kutahu, uly adalah teman sepermainan samroh dulu, gumam marbut dalam hati. ya. walau sedikit ingatan marbut tentang uly,tapi yang dia tahu dulu uly itu secantik samroh. sampai marbut waktu itu bingung harus memilih, nembak samroh apa uly, harus nembak uly atau samroh. uly dan samroh sama-sama manisnya. hingga akhirnya marbut memutuskan untuk memilih salah satunya. dan tinggallah uly yang harus main boneka bonekaan sendirian tanpa samroh.

waah ... uly !
apa kabar !
kamu sudah besar sekarang

besar apanya but ?

hehe ..
ah uly .. bisa aja

kamu ke mana aja buth.
kau jahat. pergi gak bilang bilang ..

marbut bisa melihat ada perubahan roman wajah uly yang berubah jadi sebel, marah, atau rindu, dendam, atau .. ah gimana gitu.

hei .. hehe ..
kau rindu aku rupanya, marbut mencoba menggoda
kenapa tak kau peluk saja aku, marbut membuka dan merentangkan tangannya

sarap .. !!

uly berusaha mengelak. tapi marbut selalu benar tak bisa dibohongi. jauh di sudut ruangan di matanya, uly menyimpan kerinduan diam diam pada marbut. rindu, atau tepatnya cinta yang tak kesampaian karena cinta marbut hanya pada samroh. dan setelah samroh pergi pun hingga marbut ikut menghilang pergi ke puncak puncak gunung dasar-dasar samudera untuk mencari cintanya.tinggallah uly yang bertepuk sebelah tangan.

marbut,
tahukah kamu,
aku simpan rasa ini sejak lama,
demikian uly hanya bisa sampaikan jeritnya lewat hati

sementara dalam hati marbut berkata,
oh uly. seandainya aku dulu lebih memilihmu ketimbang samroh, kita pasti sudah punya anak tiga.

marbut lantas menyalahkan dirinya. memaki dirinya habis habisan. kenapa kau sia siakan cinta suci itu marbut.

uly,
menikahlah denganku,
apakah masih ada jalan itu untukku ?
marbut tanpa basa basi langsung to the ballpoint

sudah terlambat, marbut.
terlanjur ada tembok terbentang di antara kita
sekarang aku ...

uly menundukkan wajahnya
marbut bisa melihat sebuah cincin di jari manis uly ketika uly menyeka air matanya.

apa but ?
kau lihat apa ?
cincin ini cincin pemberian samroh kok. bukan apa-apa,tenang aja.

marbut kembali berseri,
nah kalo gitu tunggu apa lagi ?
yuk .. kawin

tak bisa but,
sudah terlambat

marbut kembali kecewa tak mengerti uly,
trus gimana dong ?

aku sudah terikat cinta sejati, but ..
diriku,
hidupku,
tiap nafasku,
matiku,
semua kuserahkan pada tuhan
aku abdikan semuanya pada tuhan
tak ada sisa untuk manusia
apalagi untukmu

uly,
sisakan dong untukku

tak ada marbut,
tak bisa
selamat tinggal marbut ...

marbut hanya bisa terpaku melihat uly berlalu dari hadapannya. hampa ... rasa hampa ...

sementara uly berjalan menjauh dari marbuth yang fanaa. sesenggukan ia menahan jatuh air matanya yang berderai mengiringi langkah gontainya

...
sesampai di mushalla kampung kumuh itu uly bersimpuh di sebuah sajadah tua yang biasa dipakainya meratap pada Tuhan. oh, Tuhanku yang nyawaku ada di tangan-Mu, maafkan aku atas tak kuasanya aku menahan rasa ini.sekiranya ini tak kau suka, marahi saja aku, tapi jangan hukum aku. plis, Tuhan ..

sementara marbuth tak habis pikir dengan bersikukuhnya uly dengan pendiriannya untuk hanya menyerahkan cintanya bahkan menyerahkan hidup matinya hanya untuk Tuhan. bukankah manusia diciptakan dengan badan biologis yang juga perlu kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, begitu pikirnya. bukankah ada siang ada malam, ada bintang ada bulan, ada timur ada barat, ada laut ada darat.

ah, uly. bukankah semua hidup berpasang-pasangan berdampingan. dan demikian pulalah diciptakannya keseimbangan. bukankah pemimpin tak bisa memerintah tanpa ada rakyatnya. bukankah kupu kupu tak bisa terbang tanpa sepasang sayapnya.bukankah nafasmu juga butuh udara.

oh, uly .. ihiks .. apiku juga butuh saljumu.

...
akhirnya di suatu kesempatan saat marbuth ingin melanjutkan kelananya meninggalkan kampung getir itu, marbut kembali bertemu uly di sesela tarian ilalang dekat tempat marbut pernah meratapi jasad samroh.

marbut,
kau datang tiba-tiba,
apakah kau akan pergi begitu saja

marbut sempat memperhatikan roman wajah uly yang sedang menunduk tak kuasa menahan rasa.

uly,
ini tawaranku yang terakhir,
menikahlah denganku,
aku pun sudah bosan dengan getirku ini

tak bisa marbut,
janjiku telah disaksikan para malaikat,
bahwasanya hidup dan matiku,
hatta keperawananku,
semua kuserahkan pada-Nya

marbut masih tak bisa menerima jalan pikiran uly.
marbuth,
aku tak bisa nodai cinta suciku ini dengan hidup bersamamu

aku sadar itu uly,
hidupku lacur
tak lebih hanya sampah dunia
habiskan hari hariku dengan sekeranjang video luna
tapi tahukah kau uly ..

tiba-tiba wajah marbuth nampak serius berbicara pada uly.

.. aku semalam bertemu Tuhan
tepatnya melihat Tuhan
dan Tuhan pun berkata-kata padaku

omonganmu makin ngelantur saja marbut
habis berapa botol racun kau semalam ?
coba jelaskan bagaimana bentuk Tuhan padaku,
bagaimana pula Tuhan berkata-kata padamu ?

tak bisa dijelaskan uly
kenapa tak bisa ?
kau hanya asal saja kan?

ketahuilah uly,
aku melihat Tuhan tak seperti kau melihat sesuatu
Tuhan pun bicara padaku tak seperti aku bicara padamu
Dia punya caranya sendiri untuk tajalli tampakkan diri
dan Dia punya cara sendiri untuk berkata-kata
punya cara sendiri untuk jelaskan makna makna

lalu ?

lalu jangan samakan Tuhanmu dengan laki-laki, uly !
apa kau kira Dia juga doyan wanita sepertiku,
berganti dari satu wanita ke wanita lain
sungguh rendah Tuhanmu kalau begitu

jadi ?

jadi, menikahlah denganku uly
plis ..
tunggu apa lagi ..

uly berpikir keras. gamang sekali ia saat itu. logika marbut tentang tuhan tak sepenuhnya ia pahami. terlebih sosok marbut lacur yang rasanya tak pantas bicara tentang tuhan begitu. apalagi soal menikah ? ah .. masih jauh rasanya. yang ada di pikiran marbut hanya pikiran pikiran kotor, gumam hati uly.

marbut,
coba kau jawab pertanyaanku ini,
kalau kau bisa jawab, kau boleh nikahi aku saat ini juga
kalau tak bisa jawab, inilah akhir perjumpaan kita

apa ul ?

tanggal berapa kau akan mati ?
lalu di mana kau akan dikubur ?

modhiarr kau marbut ! .. pikir uly

marbut mencoba berpikir, lalu .. ah gila kau uly. kau beri aku pertanyaan yang tak ada jawabannya. asemm !! pikir marbut.

ha ..
pertanyaan seremeh itu pun tak bisa kau jawab marbut
kuberi perpanjangan waktu sampai 30 detik lagi
30 .. 29 .. 28 .....
5 .. 4 .. 3 .. 2 .. 1,
uly berhitung mundur

sudahlah but,
ini mungkin akhir cerita kita,
bercintalah dengan puisi lacurmu,
aku akan bercinta dengan caraku sendiri
bye ..

marbut melihat uly berlalu dan menjauh darinya sambil terus berpikir jawaban dari pertanyaan uly itu. marbut masih tetap berharap uly merubah keputusannya. ia berharap di langkah kelima uly berbalik menoleh kearahnya, namun setelah langkah kelima pun uly tetap tak menoleh. baiklah, kutambah jadi 15 langkah pikir marbut. namun sampai langkah ke-15 uly pun tetap tak menoleh ke belakang. sial, siapa tahu di langkahnya yang ke 50 dia akan berubah pikiran, pikirnya lagi. namun sampai di langkahnya yang ke 50 uly tetap tak menoleh ke arahnya.

baiklah,
kalau itu maumu,
kata marbut

marbut lalu mengangkat tangannya tinggi tinggi ke arah uly, seraya mengarahkan jari tengahnya menantang langit ..

ini untukmu ! .. uly !

(the end)


[Marbut Sastragila]