Halaman

Search

07 Februari 2010

Barang yang Sudah Dibeli Tidak Dapat Ditukar Kembali !


“Sepertinya kita telah mengulang kesalahan Adam.” Ungkap wanita itu, sementara lelaki yang diajaknya ngobrol tampak puas dengan apa yang baru saja ia lakukan. Ia masih memeluk wanita itu. Dengan sekujur tubuh berpeluh lalu ia mencium kening wanita itu.
“Adam tidak melakukan dosa karena ia memperkosa Hawa. Ia dan kekasihnya jatuh ke dalam dosa sebab ia telah merasakan ranum buah pengetahuan.”
Lelaki itu melepaskan pelukannya, membersihkan sperma yang tercecer di tubuh wanita lalu bersandar pada dipan. Wanita itu mengikutinya, ia bersandar pada tubuh lelaki itu. Lelaki itu memeluknya, mereka berciuman mesra.
Lepas beberapa menit, mata lelaki itu terpaku pada jam yang terletak di sebelah ranjang. Ia menatapnya gelisah seakan jarum-jarum jam yang berputar mengelilingi angka-angka tersebut adalah dinding. Dinding yang menghalangi tatapannya pada wanita itu. Dinding yang baru saja ia selesaikan penggarapannya. Ia sendiri yang mengaduk campuran semen, kapur dan pasir itu. Ia pula yang merekatkan bata-batanya, melapisinya kembali dengan adonan semen dan setelah kering ia mengecatnya. Akhirnya ia sendiri yang memastikan warna hitam sudah melekat pada dinding itu. Kelam dan sulit ditembus. Lelaki itu bergegas turun. Berjalan menuju kamar mandi dengan langkah yang gontai.
Tinggal wanita itu sendiri. Pandangannya menerawang pada langit-langit kamar namun tidak tampak sebuah penyesalan di wajahnya. Ia sangat mencintai lelaki itu. Ia rela harus mengorbankan apa saja demi kekasihnya termasuk apa yang disebut orang sebagai mahkota wanita. Jangankan hanya selaput tipis pada vagina, nyawapun rela ia korbankan bagi lelaki yang ia cintai. Sebab ia tahu bahwa lelaki itu pasti melakukan hal yang sama terhadapnya.
Ayah wanita itu tidak pernah menyetujui hubungan anaknya dengan lelaki itu. Ia berharap agar anaknya menikah dengan saudagar kaya yang selalu bersedia meminjaminya uang untuk modal judi. Namun ayah wanita tersebut selalu berhasil menyembunyikan kebusukannya di hadapan warga kampung. Dari luar ia adalah seorang aktifis sebuah agama yang dihormati oleh warga.
Ayah wanita itu sadar kalau hubungan anaknya dengan lelaki yang bukan dari kaumnya bisa merusak namanya. Apalagi kalau sampai mereka menikah dan anaknya membelot keluar dari keyakinan yang selama ini ia tanamkan. Ditambah lagi ia sudah terlanjur malu menumpuk hutang kepada saudagar yang selalu mendukung setiap langkahnya untuk meraih kursi kekuasaan di kampung itu dengan jaminan putrinya.
                                                   ***

Satu bulan telah berlalu dari kejadian dalam kamar sebuah motel. Kini wanita itu tengah berada di kamar yang sama. Ia sangat anggun. Wajahnya yang cantik semakin cantik dengan balutan kebaya pengantin. Wanita itu tengah duduk di tepi tempat tidur menunggu suaminya dengan cemas.
Suami wanita itu masuk ke dalam kamar motel sambil tersenyum puas. Ia melihat wanita yang selama ini diimpikannya itu menunggunya dengan cemas. Wanita itu kini su-dah sah menjadi miliknya. Ia merasa sudah tidak perlu lagi menghamburkan lebih banyak hartanya untuk mengambil hati wanita itu. Ia tersenyum puas ketika sudah berhasil menjerat keluarga wanita itu dalam kebaikan hatinya. Wanita itu adalah bonus gratis dalam sebuah paket two in one yang dia beli dari ayah wanita itu.
Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar kembali. Guman suami wanita itu dalam hati. Ia melangkah maju, mendekati wanita itu. Ia membuka pakaiannya dan membiarkan tubuhnya yang telanjang ditonton oleh wanita itu. Ia berharap wanita itu terangsang oleh sebuah tanda lahir yang tampak menghitam di ujung penisnya. Lalu ia menanggalkan pakaian wanita itu satu persatu. Baginya apa lagi yang perlu ia lakukan selain mempergunakan apa yang sudah dibelinya untuk memuaskan hasratnya. Suami wanita itu membaringkan wanita itu pada tempat tidur dan menindihnya.
Kini mereka tengah berayun bersama. Suami wanita itu membolak-balik tubuh wanita itu. Setiap hitungan dua kali delapan dia merubah posisinya. Penisnya memasuki setiap lubang pada tubuh wanita itu dan mencari di mana letak kepuasan yang selama ini ia harapkan dari wanita yang ada di hadapannya saat ini. Sementara dalam wajah mematungnya, wanita itu tertawa puas. Ia tidak peduli lagi pada tubuhnya yang saat ini sedang ditelusuri oleh suaminya. Ia berhasil menyembunyikan apa yang selama ini dicari oleh lelaki yang kini menjadi suaminya itu.
Suami wanita itu bagaikan prajurit perang. Tanpa putus asa dan tanpa mengenal lelah ia menggempur tubuh wanita itu. Namun akhirnya perjuangan suami wanita itu harus berakhir sia-sia. Tubuhnya yang semula selalu menjepit dan menindih tubuh wanita itu kini terkulai lemas tak berdaya.
*****
Matahari bersinar terang. Sinarnya yang menyilaukan menerobos masuk lewat celah-celah kamar yang tidak tertutup oleh tirai dan menebarkan partikel-partikel debu di dalamnya. Suami wanita itu masih terlelap. Wanita itu melangkah turun dan mengenakan dasternya. Ia puas malam ini. Ia merasa harus memberi ganjaran pada suaminya itu.
Setelah membersihkan tubuhnya dan berpakaian, wanita itu merasa cukup pantas untuk menjenguk kekasihnya. Dari tempat parkir motel ia menuju rumah kekasihnya dengan mengendarai mobil sedan berhias bunga-bunga yang baru kemarin mengantar ia dan suaminya bermalam bersama di motel itu. Wanita itu melajukan kendaraannya dengan gerakan yang seakan mengatakan ia ingin cepat-cepat bertemu dengan kekasihnya dan segera membagi kegembiraan yang baru saja ia dapatkan dengannya. Ia menghentikan laju kendaraannya di sebuah pelataran. Wanita itu melihat cermin di depan kemudinya hanya sekedar untuk memastikan bahwa dandanannya masih tampak rapi. Ia pun turun dari dalam mobil.
Kabar gembira yang sesaat lalu mampu membuatnya tertawa lepas kini surut ketika ia tiba di pelataran rumah kekasihnya. Ia tidak mampu meneruskan langkahnya. Matanya berair. Wanita itu menangis di samping rumah kekasihnya. Dinding kelam yang telah mereka buat kini benar-benar menjadi penghalang. Ia kembali pulang dan mencoba kembali membuat wajahnya ceria. Ia yakin suatu saat ketika kekasihnya dapat melihatnya, tentunya ia tidak menginginkan wanita ia cintai tersebut bersedih. Wanita itu memaksakan dirinya tersenyum. Ia ingin membuat wajahnya selalu tampak gembira di hadapan ke-kasihnya.
*****
Sebelum kembali ke motel, wanita tersebut mampir dulu ke pasar. Ia ingin membeli sebuah keranjang bambu. Ia berkeliling di setiap stan pasar dan menanyakan kepada penjualnya adakah di antara mereka, para pedagang tersebut yang memiliki keranjang yang terbuat dari bambu.
“Berapa harganya, Bu?.” Tanya wanita itu kepada seorang ibu yang duduk di sudut pasar.
“Aku tidak menjualnya.” Jawab ibu itu dengan culas. Ia tahu bahwa keranjang bambu yang ia dekap saat ini adalah barang yang sedang dicari wanita itu dengan susah payah.
“Tolonglah Bu, aku menginginkannya.” Harap wanita itu dengan tampang yang ia buat sedikit memelas.
Setelah perdebatan yang panjang akhirnya wanita tua pemilik keranjang bambu tersebut mau menyerahkan keranjang bambunya kepada wanita itu asal wanita itu mau melepaskan semua pakaian yang menutupi tubuhnya. Wanita itu melepaskan semua pakaian yang menutupi tubuhnya. dan memberikannya kepada wanita tua pemilik keranjang bambu demi membayar harga sebuah keranjang bambu yang wanita tua itu miliki.
Dengan telanjang wanita itu berjalan keluar dari pasar menuju tempat parkir. Wanita itu tidak peduli bahwa tubuhnya kini telah menjadi tontonan sekian banyak mata liar laki-laki. Mata-mata liar itu melotot tak berkedip. Tidak hanya mata, kini tangan-tangan para lelaki itu telah menggosok-gosok selangkangan mereka masing-masing. Mereka masturbasi.dengan membayangkan diri mereka tengah beramai-ramai menikmati tubuh wanita yang baru saja berjalan telanjang di hadapan mereka.
Bagai model yang telah berpengalaman lama berjalan di catwalk, wanita itu melangkah di hadapan para lelaki tersebut dengan tenang. Tidak tampak sedikit pun di raut wajahnya yang mengisyaratkan bahwa ia sedang was-was. Aliran darah dan detak jantungnya juga tetap normal.
Setiba di tempat parkir, dengan santai wanita itu masuk ke dalam mobilnya tanpa memperhatikan tukang parkir yang matanya ikut-ikutan tercengang melihatnya. Ia meluncur menuju motel, tempat di mana suaminya tadi masih tertidur.
Sesampainya di motel hal yang sama terjadi. Tukang parkir, penerima tamu dan tamu-tamu motel yang lain tengah memperhatikannya. Seorang wanita yang berjalan dengan tubuh telanjang menyusuri koridor dan akhirnya masuk ke kamarnya dengan rasa percaya diri yang tinggi. Mereka juga menggosok-gosok selangkangan mereka dan berhenti setelah cairan kental berwarna bening keluar dari sana.
Di dalam kamar motel, suaminya tampak gembira. Ia mengira wanita itu ingin bercinta lagi dengannya. Ia menyeretnya mendekat dan menarik rambutnya agar ia bisa mencium bibir lembut wanita itu.
Wanita itu tetap tenang dan tidak sedikitpun meronta menghadapi perlakuan liar dari suaminya. Mereka bercinta. Berayun bersama sambil melepaskan desahan-desahan lembut. Wanita itu semakin mengenali kebiasaan suaminya yang sepertinya lebih mirip instruktur senam. Setiap hitungan dua kali delapan mereka merubah posisi. Namun sama seperti malam yang telah mereka lewati, suami si wanita itu tetap tidak dapat menemukan kenikmatan yang selama ini ia cari dari tubuh wanita itu. Ia terpaksa hanya puas dengan hasil usahanya di malam kedua ini.
Setelah mengetahui suaminya tak berdaya, wanita itu bangkit dari tempat tidur-nya, meletakkan sesuatu ke dalam keranjang yang baru dibelinya. Ia tersenyum puas ketika melihatnya. Lalu ia pun kembali tidur di samping suaminya.
Suami wanita itu ternyata bukanlah orang yang mudah putus asa. Dari hari ke hari, ia terus menerus mengeksplorasi tubuh wanita itu. Namun tetap saja ia tidak menemukannya. Malahan setiap saat, tanda lahir di penis suami wanita itu yang semula hanya sebesar kotoran lalat kini semakin membesar dan hampir menutupi batang penisnya. Sementara semakin suami wanita itu tampak kelelahan, wanita itu semakin merasa puas. Ia tetap melanjutkan ritualnya sehabis mereka berhubungan. Wanita itu turun dari tempat tidur dan menyimpan sesuatu di dalam keranjang bambu.
“Dimana kau menyembunyikannya?” Tanya suami wanita itu dengan suara lirih. Sekujur tubuhnya dipenuhi keringat dan wajahnya tampak kelelahan. Ia tidak tahan lagi menyembunyikan ketololannya di hadapan wanita itu.
“Kau tak perlu tahu. Bukankah barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembali-kan,” Wanita itu bernafas sejenak, cemas memikirkan apa yang akan dilakukan suaminya begitu mendengar jawaban tadi meluncur dari mulutnya. Tidak terjadi apa-apa. “Kau sendiri yang mengatakan hal itu pada ayahku kan?,” tanyanya “Sekarang bila kau tidak suka, yang perlu kau lakukan saat ini hanya membuangnya dan membeli lagi yang baru.” Lanjutnya sambil mendekap erat keranjang bambu yang isinya sudah penuh tersebut.
Februari, 2003.