Halaman

Search

18 April 2010

TKW Hongkong, 7 Bulan Bekerja, Disiksa Juga Tidak Diberi Libur !

Bagi sebagian orang, memilih bekerja di luar negeri merupakan lompatan penting dalam sejarah hidupnya.  Berpisah dengan anak, istri ataupun orang tua dalam waktu relatif lama merupakan pengorbanan yang berat. Namun itu tetap ditempuh karena hanya pilihan itulah yang diharapkan bisa merubah nasib. Sayang, nasib tak selamanya mujur. Mereka berusaha mengais rejeki dinegeri orang dengan berbekal sejuta mimpi indah, namun yang mereka dapatkan justru mimpi buruk. Hasrat hati ingin memperbaiki nasib dan kehidupan, namun, justru kemalangan yang mereka dapatkan. seperti dialami Sani, buruh migran Indonesia (BMI) di Hong Kong. 
Tekad Sani (24),  asal Wonosobo, Jawa Tengah  sudah bulat saat memutuskan untuk merantau ke HK, sembilan bulan lalu. Berangkat dengan niat untuk memperbaiki perekonomian keluarga, ia pun meyakinkan diri bakal meraih sukses, dapat mengais dollar untuk membahagiakan keduaorangtua. Namun kenyataan tidak seindah harapan. Kontrak dua tahun yang diteken sebelumnya tidak sampai tuntas.  Baru bekerja 7 bulan, ia  harus menelan pil pahit. Baru selesai masa potongan agen (7bulan), Sani diinterminit (diputus-kontrak) oleh majikannya. Bahkan selama 7 bulan itu, ia mendapatkan perlakuan kasar, kerap dia disiksa.  

Sani yang bekerja pada majikan di kawasan Sai Wan Ho ini, tugas utamanya adalah bersih bersih rumah juga mengurus anak majikan, yang berumur 3 tahun. Awal Sani bekerja, majikan sangat baik. Begitu memasuki bulan kedua, peringai majikannya terlihat asli. Terbukti setiap apa yang dikerjakan Sani dimata majikan tidak ada benarnya. Untuk sekedar makan dan minum pun, dia harus terburu buru karena dijatah waktu majikannya tak lebih dari ‘’5 menit’’. Waktu  istirahat malam pun, Sani sangat minim. Pekerjaan rutinnya kelar diatas jam 1 malam, dan bangun harus jam 5 pagi.

‘’Saya berusaha sabar Mbak, ta kuat- kuatin,  namanya ikut orang ya beginilah. Mana anak majikan yang saya asuh sangat rewel. Kalau pagi kedua majikan saya pergi kekantor, tapi dirumah ada bobo (nenek). Bobo itu yang mengawasi gerak gerik saya. Bobo juga cerewet sekali dan sering lapor sama majikan saya, kalau saya begini-begitu. Padahal tidak benar, mbak. Jatah makanan juga sedikit. Pagi selembar roti, siang makan mie, malam makan nasi, itu pun harus nunggu Sinsang (majikan laki) pulang dari kantornya , jam 12 malam,’’ ungkap Sani saat berpapasan dengan Memo, di dalam MTR.

Sani mencoba untuk bertahan, walau kerap diperlakukan sangat tidak manusiawi. Bahkan selama 7 bulan bekerja, Sani tidak pernah mendapatkan haknya , yaitu libur tiap minggu. Padaal Sani berusaha bekerja dengan sebaik baiknya , mengingat tujun utamanya meraup dollar untuk keluarga di kampung halaman.Tapi majikan Sani, terutama yang laki-laki semakin menjadi jadi. Ia pernah memukul perempun pendiam ini. 

‘’Gara garanya masalah sepele mbak. Ikan yang aku masak belum matang, majikan laki datang kedapur dan membanting piring yang ada ikannya itu, sambil nonyol kepalaku, katanya aku gak becus bekerja, bahkan memukul punggungku tiga kali. Dan yang paling sakit, jari kakiku diinjak pakai sepatunya,’’ ujarnya sedih.

Setelah pemukulan itu, pagi harinya Sani dikembalikan oleh majikannya keagen. Dan sekarang Sani sudah ditampung oleh satu agency yang ada di North Point.  ‘’Kesabaranku ternyata berakhir seperti ini, mbak. Habis potongan 7 bulan , aku diinterminit. Sekarang sudah dapat majikan baru, sudah tandatangan, mau pulang kekampung halaman sembari menunggu visa baru turun, kok rasanya malu, pulang gak bawa apa apa,’’ pungkas Sani.(Uly)

Terpublikasi di Tabloid Memorandum-Surabaya